ActNOW
DARI BASIS
PHOTO EVEN
OPINI
SOLIDARITAS
Selasa, 23 Desember 2014
Profile
Visi
Meningkatnya harkat, martabat, dan kesejahteraan buruh migran Indonesia.
Misi
Memperjuangkan terwujudnya klas buruh migran Indonesia yang mandiri,
kritis, dan sejahtera berdasarkan nilai-nilai kerakyatan (People Power).
Sejarah SBMI
Migrasi paksa yang terjadi pada Buruh Migran Indonesia secara terang
benderang jelas merupakan tindakan pragmatis rezim komprador atas nama
pembangunan. Industrialisasi dan revolusi hijau merupakan dua proyek
besar kapitalis yang mendorong terjadinya kesenjangan ekonomi dan
ketidakmerataan pendapatan antara kelas buruh dan pemilik modal.
Pedesaan menjadi area kronis yang harus menanggung beban dan dampak
terburuk dari proyek besar eksploitasi sumber daya alam Indonesia.
Rencana pembangunan industrialisasi nasional yang rapuh justru merampas
lahan-lahan pertanian produktif, sementara revolusi hijau meminggirkan
para petani menjadi buruh tani dan akhirnya menjadi buruh migran yang
dipaksa bekerja di luar negeri tanpa perlindungan sejati dari negara.
Perusahaan-perusahaan multi nasional yang merupakan pemilik modal
memonopoli sistem perdagangan dan mengkondisikan Indonesia sebagai pasar
yang sanagt rakus atas monopoli produk perdagangan global. Akibatnya
terjadi penggusuran paksa, perampasan tanah dan kekerasan terhadap
rakyat di pedesaan. Penyempitan lahan kerja dan penghilangan subsidi
pertanian merupakan kebijakan kapitalis untuk menghancurkan industri
agraria Indonesia dan menjadi pengimpor terbesar hasil-hasil produk
negara-negara kaya di dunia. Semakin menurunya jumlah peluang kerja yang
bisa dibuat oleh rezim komprador SBY Budiono sejalan dengan langkanya
peluang kerja dan rendahnya tingkat upah riil mendorong terjadinya arus
migrasi paksa pekerja Indonesia ke luar negeri.
Pada saat ini diperkirakan jumlah buruh migran Indonesia (BMI) di luar
negeri sedikitnya sudah mencapai angka lebih dari 9 juta orang. Selain
bekerja di sektor domestik sebagai pekerja rumah tangga (PRT) juga cukup
besar bekerja di sektor perkebunan, konstruksi, manufaktur, kesehatan
dan pelaut. Semuanya dalam kategori buruh rendahan (operator).
Berdasar basis sosialnya, sebagian besar BMI berasal dari pedesaan
dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah atas hak-haknya
sebagai buruh. Kondisi ini terus semakin menjauhkan buruh Indonesia dari
akses atas haknya sebagai pekerja dan warga negara dan memperbesar
kerentanan buruh terus tertindas dan dieksploitasi. Buruh Migran
Indonesia (BMI) terus mengalami diskriminasi seperti jaman kolonialis
dimanapun tempatnya bekerja. Di dalam negeri Buruh hanya dipandang
sebagai komoditi dan warga negara kelas budak. BMI mendapatkan perlakuan
yang diskriminatif mulai dari saat perekrutan, di penampungan,
pemberangkatan mapun saat kepulangan. Bandara dan semua pelabuhan
merupakan wujud nyata dari bentuk diskriminasi terhadap BMI dan anggota
keluarganya yang mendiskreditkan buruh migran dengan warga negara
lainnya.
Jelas Undang-undang yang hanya berorientasi pada penempatan menjadi cara
rakus rezim SBY Budiono yang menjadi pemicu maraknya permasalahan yang
menimpa BMI. Begitupun hingga saat ini tidak ada data resmi dari rezim
pemerintah di negeri ini mengenai jumlah rakyatnya yang dikirim bekerja
di luar negeri, tidak ada data resmi jumlah buruh migran yang menjadi
korban PHK sepihak, tidak dibayar upahnya, bahkan ditraffiking,
diseludupkan, mendapat ancaman hukuman mati, luka, cacat bahkan tewas
saat bekerja, mendapat kekerasan fisik dan psikis, diperkosa hilang
kontak puluhan tahun dan yang paling tragis diperbudak selama bekerja
diluar negeri.
Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) adalah antitesis dari kondisi
buruk Indonesia yang terus menjadi sasaran eksploitasi sistem
kapitalistik dunia. Sebagaimana watak gerakan buruh maka kaum migran
yang merupakan buruh haruslah membangun organisasi massanya. SBMI yang
dirintis sejak tahun 2000 kemudisan membentuk FOBMI (Federasi Organisasi
Buruh Migran Indonesia) yang didirikan pada tanggal 25 Februari 2003.
Dan selanjutnya sebagai refleksi atas gerakan perlawanan kelas semakin
memperjelas diri sebagai organisasi massa, pada Kongres II FOBMI tanggal
29 Juni 2005 organisasi ini merubah namanya menjadi Serikat Buruh
Migran Indonesia (SBMI).
Catatan Perjalanan SBMI
- Awalnya meluaskan jaringan anggota SBMI di basis dengan membentuk organisasi-organisasi komunitas buruh migran diberbagai wilayah di Indonesia.
- Selain membangun pos-pos pengaduan, SBMI juga menjalani taktik aksinya lewat pemantauan kasus di kantong-kantong basis buruh migran, wilayah transit dan negara-negara tujuan penempatan Buruh Migran Indonesia.
- Bekerja sama dengan banyak pihak terutama organisasi berbasis massa menyelenggarakan pendidikan tentang organisasi berbasis hak buruh migran dan anggota keluarganya.
- Terus melakukan tekanan lewat aksi-aksi ekstra parlementer ke pemerintah dan legislatif untuk mendesak penolakan terhadap UU No. 39/2004 tentang PPTKILN, desakan ratifikasi konvensi ILO No. 189 tentang Kerja Layak PRT, perda dan perdes serta mendesak dimasukkannya mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan kerja buruh migran lewat pengadilan perburuhan serta mendesak adanya agreement/perjanjian antara Indonesia dengan negara-negara tujuan bekerja, juga lewat hearing, rountable discussion, Rapat Dengar Pendapat Umum, lobying, dan informal meeting.
- Bersama dengan banyak pihak terutama serikat buruh dan organisasi massa rakyat lainnya menangani musibah-musibah massal yang dialami buruh migran seperti bencana alam, pendeportasian massal karena tidak berdokumen atau dampak perang.
- Bersama dengan banyak pihak pernah mengajukan gugatan Citizen Law Zuit terhadap Negara atas kegagalannya melindungi warganya pada Kasus Tragedi Nunukan. Gugatan diterima pada putusan sela majelis hakim PN Jakpus pada bulan Mei 2003 dan dimenangkan oleh majelis hakim pada tanggal 8 Desember 2003.
- Menjalankan berbagai aksi kampanye massif berkaitan dengan anti perdagangan manusia (traficking) dan penyeludupan manusia pada tahun 2003.
- Pernah mencoba melakukan aksi kampanye berbasis radio komunitas untuk penyebaran informasi masalah dan hak-hak buruh migran di daerah-daerah basis.
- Melakukan pendidikan dan pelatihan di basis SBMI lewat Pendidikan Kepemimpinan dan Training Advokasi kasus dan kebijakan.
- Melakukan pemantauan dan menangani korban deportasi bersama jaringan dalam berbagai Koalisi dan front hingga sekarang.
- Menyediakan shelter bagi buruh migran dan keluarganya yang lagi mengahadapi masalah hubungan kerja juga karena dideportasi maupun korban kekerasan dan menangani kasusnya hingga tuntas.
- Pernah memproduksi berbagai media kampanye yang dilakukan bersama pihak lain yang konsern dan peduli pada isu buruh migran.
- Melakukan penguatan terhadap korban pelanggaran HAM.
- Melakukan kampanye tentang perlindungan buruh migran baik di dalam maupun luar negeri.
- Membangun jaringan yang kuat lintas serikat buruh baik di dalam maupun di luar negeri.
- Mengikuti pertemuan-pertemenuan regional dan international tentang perburuhan.
- Bekerjasama dengan banyak organisasi internasional untuk penguatan kapasitas pimpinan organisasi basis SBMI.
Langganan:
Postingan
(
Atom
)