![]() |
Penampungan di Tanjungpinang, tak layak |
DPCSBMIKABUPATENCIREBON, JAKARTA - Rentetan
kasus terus saja terjadi di bumi pertiwi ini, tak terhentikan dan
terkesan dibiarkan. Praktek perbudakan modern yang terjadi terhadap
hampir semua buruh bahkan melegalkan politik buruh murah ke luar negeri
adalah kebijakan frustasi rezim di negeri calo ini. Telah terjadi
praktek penjualan manusia (Trafficking) secara besar-besaran (baca: massal) dan terus ditingkatkan jumlahnya hingga sekitar 8 juta penduduk Indonesia yang dipaksa bermigrasi keluar dari desa-desanya.
Dengan
terus ditemukannya fakta-fakta penyekapan ratusan BMI yang akan
dipekerjakan sebagai Buruh Migran Indonesia (BMI) untuk sektor domestik
sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) dengan negara tujuan Timur Tengah
menjadi alasan yang cukup kuat untuk tetap menuntup wilayah ini.
Alasannya, ratusan korban terus berjatuhan dan tidak tertanggulangi.
Bentuk penindasan dan kejahatan yang dialami BMI sangat buruk inilah
yang menjadi alasan SBMI untuk tetap merekomendasikan agar wilayah Timur
Tengah harus dimoratorium sebagai negara tujuan penempatan.
SBMI menemukan setiap tahun sedikitnya 5.000 BMI ditangkap tanpa alasan
yang jelas, dipenjara lalu dideportasi tanpa mendapat kejelasan status
bahkan barang-barang kami disita tanpa surat sita lalu dibuang ke
perbatasan negeri kami sendiri. Alasan tidak berdokumen serta over stay
menjadi modus umum yang dituduhkan ke kami BMI, sementara ancaman
hukuman mati menjadi masalah yang sangat mengerikan yang harus kami
hadapi. Belum lagi kasus-kasus pelecehan yang disasarkan kepada kami
saat bekerja. SBMI mencatat beberapa BMI dibunuh dengan ditembak secara
sewenang-wenang oleh aparat keamanan di Malaysia. Pemalsuan dokumen
serta mangsa yang masih anak adalah modus jitu para calo tengik yang
memperjual-belikan kami di luar negeri.
Rentetan dari kasus-kasus yang kami paparkan di atas ternyata tidak
membuat bangsa ini tersinggung martabatnya. Kejahatan kemanusiaan hingga
di luar batas-batas prikemanusiaan terus saja diabaikan oleh negara. Di
Sumbawa, Makasar, Medan, Lampung, Banjarnegara dan banyak kota besar
lainnya, SBMI menemukan serangan para calo yang terus masuk ke
sekolah-sekolah mencari mangsa calon BMI dengan modus magang kerja serta
janji dan impian praktek kerja di perusahaan perhotelan dan restoran
mewah yang berujung pada penipuan dan eksploitasi.
SBMI dengan keterbatasannya terus berjuang menyelamatkan anggotanya yang
dieksploitasi sejak di penampungan PJTKI. Cukup banyak yang
diselamatkan sebelum diberangkatkan tapi begitu banyak BMI yang menjadi
korban tidak mampu melawan. Diam karena ketidaktahuan, ketakutan dan
pasrah adalah kondisi dari hampir kebanyakan dari kami BMI sebelum
dikirim ke berbagai negara penempatan.
Praktik yang menciptakan generasi budak memang terbuka untuk terus
terjadi. Sejak lama, UU 39 tahun 2004 dijadikan syarat melegalkan
kebijakan pengiriman massal BMI tentu saja dengan point minus
perlindungan dalam pasal-pasalnya. Tragisnya Organisasi Buruh
Internasional (ILO) bahkan menyebutkan Pekerja Rumah Tangga masuk dalam
katagori sektor non formal disisi lain kontradiktif dengan pentingnya
Ratifikasi C189 guna menekankan soal "kerja Layak PRT" sebagai upaya
perlindungan secara menyeluruh bagi BMI yang katanya adalah Pahlawan
Devisa.
Majikan yang mempekerjakan kami para BMI tergolong ”pemberi kerja”,
bukan badan usaha, bukan pula ”pengusaha”, sehingga para PRT dipersulit
bahkan dikriminalisasi (baca: dipenjara) bila menuntut perlindungan yang
mengacu pada posisi sebagai pekerja. Bahkan karena menuntut akhirnya
mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi. Pola hubungan kerja yang
diperbudak ini (menjadi korban sistem kerja kontrak dan outsourching
dari agen dan PJTKI/PPTKIS) bila terjadi masalah dalam hubungan kerja
dengan majikan. Seharusnya teriakan atas evaluasi kami, pihak swasta ini
disingkirkan dari hubungan kerja kami BMI dan harus diambil alih oleh
negara.
Lemahnya sistem pengawasan mulai dari tingkatan terendah yakni desa lalu
ke kabupaten/kota hingga pusat terhadap PPTKIS adalah hal lain yang tak
kalah pentingnya menurut kami ikut menjaga kenyamanan pelaksanaan
kebijakan negara ini. Ratusan kantor Imigrasi yang menerbitkan
Paspor/Visa bagi kami terus saja berpesta pora karena order job paspor
dan visa yang terus meningkat dari tahun ke tahun tapi berkilah ketika
diminta data anggota organisasi kami yang tidak tahu rimbanya.
Kami hingga saat ini masih terus dipanggil "pembantu" dan identik dengan
”pelayan/budak” terutama di Timteng karena mereka merasa sudah membeli
kami. Inilah alasan utama mengapa para majikan kami di semua wilayah
jazirah arab ini menganggap kami ”BUDAK”. Mereka tidak akan kena sanksi
sebagai pelanggar HAM (hak asasi manusia) dan bisa seenaknya mengabaikan
hak-hak kami lainnya sebagai pekerja/buruh, misalnya tidak mendapat
libur, hak cuti, tidak dibayar gajinya, upah dipotong, tidak dibuatkan
dalam jaminan sosial, melanggar masa kontrak dan kemudian menyalahkan
BMI bila ketahuan melanggar waktu kontrak yang disepakati.
Hebatnya, wakil negara yang duduk bekerja di Kedutaan atau Konjen di
negara penempatan terkesan acuh terhadap kami bahkan ikut mengeruk
keuntungan bermain mata dengan calo-calo di negara penempatan.
Perwakilan negara di negara penempatan sungguh tidak bisa berbuat
apa-apa konon untuk mengawasi para calo/agensi dan majikan kami yang
jahat dan rakus itu. Seharusnya mereka bisa menjemput kami ketika
dihubungi, malah kawan kami yang di penjara di salah satu negara Timur
Tengah itu setelah vonis masa tahanannya habis tidak dijemput oleh atase
negara kami yang tercinta Indonesia. Kami seperti orang yang tidak
punya negara (unless state). Gelandangan dunia!
Buruh Migran merupakan fenomena pelik yang membutuhkan respons kebijakan
komprehensif dan tanggung jawab penuh dari negara pengirim dan
penerima. Sangat tidak adil, negara yang sudah menugaskan kami
menjalankan kebijakannya sebagai duta penanggulangan kemiskinan dan
pengangguran, terus bekerja keras tanpa perlindungan dengan menanggung
nama TKI di pundak kami juga dipundak anggota keluarga kami dan
organisasi kami Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI)..
Sebagai bangsa dan negara yang beradab dan bermartabat, sudah selayaknya
negara pengirim dan penerima memposisikan kami BMI sebagai pilar utama
dalam pembangunan ekonomi negara mengingat berapa cadangan devisa dan
remmitance yang telah kami sumbangkan untuk kesejahteraan negara dan
perputaran ekonomi di tanah pertiwi ini. Namun di satu sisi bila kita
melihat perlindungan terhadap kami sangat memprihatinkan sebagai
pahlawan yang bermartabat.
Deklarasi Perlindungan Pekerja Migran ASEAN (Yang Mengecewakan)
Kami sempat sedikit berharap ketika ASEAN berhasil merumuskan ASEAN
Declaration on The Protection and Promotion of the Rights of Migrant
Workers. Deklarasi ditandatangani oleh 10 kepala negara dalam KTT ASEAN
di Cebu, Filipina, Januari 2007.
Dokumen ini yang lahir lebih dahulu dari ASEAN Charter (Piagam ASEAN)
memandatkan adanya instrumen yang lebih operasional bagi perlindungan
buruh migran yang bekerja di kawasan ASEAN. Namun, hingga tahun keempat
setelah dokumen dilahirkan, tak pernah ada kemajuan berarti dari proses
pembahasan instrumen buruh migran ASEAN yang dilakukan oleh ASEAN
Committee on Migrant Workers. Dalam setiap putaran pembahasan,
negara-negara penerima (terutama Malaysia dan Singapura) menyabotase
mandat deklarasi dan selalu menghambat langkah yang lebih maju.
Dalam konteks Indonesia, pidato SBY juga mencerminkan keengganan rezim
penguasa mengakui kontribusi buruh migran Indonesia. Bukannya
memperjuangkan perlindungan buruh migran Indonesia dalam ASEAN Summit,
Presiden SBY justru ikut serta menstigma Buruh Migran sebagai sumber
masalah politik, sosial dan keamanan di ASEAN. Bajingan betul ya!
Dalam cita-cita membangun Komunitas ASEAN tahun 2015 dengan prinsip Satu
Visi, Satu Identitas, dan Satu Komunitas. Prinsip ini mensyaratkan
adanya ownership (rasa memiliki) dan inklusivitas (pelibatan seluruh
elemen komunitas) yang mustahil terwujud jika tidak ada pengakuan
terhadap kontribusi buruh migran di ASEAN.
Namun, hingga ASEAN Summit ditutup pada 8 Mei 2011 tidak ada rekomendasi
konkret untuk mengupayakan perlindungan hak-hak buruh migran ini di
ASEAN. Itu terbukti bahwa hak pekerja dan perlindungan bagi BMI masih
diabaikan apalagi bila ditelisik dalam UU 39 tahun 2004 tidak ada pasal
yang menekankan pentingnya perlindungan bagi BMI. Jadi sangat
mengecewakan sekali ya perjanjian ASEAN itu. Begitu menjijikkan karena
berlindung di balik kata-kata hebat tentang rasa memiliki dan
partisipasi semua pihak.
Dan sungguh mengecewakan lagi (dan membuat kami dendam dan marah besar)
ketika terendus kabar bahwa moratorium ke Arab Saudi sudah dibuka
kembali bahkan beberapa perjanjian MOU tentang perlindungan BMI sudah
disepakati pula. Semua orang tahu bahkan dunia tahu kami terus
diperbudak di negara-negara minyak itu. Lihatlah berapa puluh orang lagi
BMI yang tersiksa dan terancam kepalanya dipancung. Bahkan ratusan
kawan kami yang masih di penjara hanya bisa diam karena tidak tahu lagi
memohon pada siapa kecuali pada Tuhan. Mereka tidak diam karena kami
yakin dan percaya itu. Justeru pemerintah kaki tangan pemodal yang
menguasai negeri ini terus mengilusi kami dengan janji-janji.
Menyesatkan dan menggali lubang kubur kematian untuk kami rakyatnya
sendiri. Pemerintah yang lemah mentalnya hingga kini tak punya posisi
tawar yang kuat dan bermartabat di mata pemodal dan penguasa
negeri-negeri kapitalis yang rakus itu. Mereka hanya bisa terus
mengorbankan kami rakyat pekerjanya. (Nelli - DPC SBMI Sumbawa)
Mohon dimaafkan sebelumnya....!! terpaksa sy ngeposting disini karna sy sudah mengalami skrg bagaimn rasanya tinggal di perantauan jd TKW. Anak dan suami di tinggal di kampung. Sy dulu 4 tahun 5 bulan tinggal di Taichung Taiwan.. hanya jeritan batin dan tetes air mata selalu menharap. tp tdk ada hasilnya sm sekali. Cuman gali lobang tutup lobang trus. dulu.. pengen pulang ke indo gaji tidak seberapa. Tetapi namanya juga rejeki itu tidak ada yg tau. Yg penting kita betul-betul yakin dan percaya Pasti ada jlan keluarnya. Halal tidaknya hanya tuhanlah yg menentukan. Kebetulan waktu itu sy istirahat di kamar buka facebook dapt nmor telpon Mbah Suroto di halaman tki sukses. setelah sy baca ternyata beliau murid Eyang Guru Jugo dari gunung kawi. dengan adanya Pesugihan Dana Ghaib ini dan Pesugihan Anka ghaib/Togel 2D sampai 6D pilihan..., sy memilih jalan Pesugihan Dana Ghaib saja karna tidak ada tumbal menumbal. alhamdulillah ternyata benar2 terbukti hasil nya dari Mbah. skrg sy bsa buka usaha kecil-kecilan di rumah.. ya allah terima kasih rejekimu ini yg enkau berikan. Mungkin ada teman pengen merubah nasib nya seperti sy. ini nomr nya Mbah Suroto +6282291277145 karna tidak ada salahnya kita berbagi. sy sudah merasakan manis pahitnya tinggal di perantauan. Trmksh
BalasHapus